SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANAKU

Tuesday, August 29, 2017

Benarkah Melaporkan Kejahatan Termasuk Menyebarkan Aib?


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Awalnya ane tergelitik dengan salah satu komen saat baca ulasan kasus First Travel di internet. Ada seorang netter yg berpendapat bahwa sebaiknya para korban yg tentunya seorang muslim tidak mengungkit kesalahan para bos First Travel dan mengikhlaskan saja semua itu. Jadi nggak perlu sampai dilaporin ke pihak berwajib segala karena jika dilaporin kasus akan diketahui orang banyak padahal ada ajaran Islam yg menyuruh sesama muslim untuk menutupi aib muslim lainnya.
Apakah benar demikian? Ini jawaban yg ane dapat setelah mencari beberapa sumber.

Apa sih yg dimaksud dengan aib itu?
Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang jika diketahui oleh orang lain akan membuat rasa malu, rasa malu ini membawa kepada efek psikologi yang negatif jika tersebar.


Islam jelas melarang seorang muslim menyebarkan aib orang lain. Hal itu dijelaskan dalam firman Allah Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan aib orang lain; dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

Ada juga hadits Nabi Muhammad SAW. yang membahas masalah ini. Berikut beberapa di antaranya.
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR. Al-Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent)
“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (Shahih Muslim)
Melaporkan suatu tindak penipuan yg dilakukan seorang muslim kepada polisi itu berarti menceritakan aib muslim lainnya. Hal itu bertentangan dengan ajaran agama. Benarkah demikian?

Aib yang ada pada seseorang bisa dibagi menjadi dua kategori:
  1. Pertama, aib yang sifatnya khalqiyah, yaitu aib yang sifatnya qodrati dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Seperti cacat di salah satu organ tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang lain. Aib seperti ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan atau dibicarakan, baik secara terang-terangan atau dengan gunjingan, karena perbuatan tersebut adalah dosa besar menurut mayoritas ulama, karena aib yang sifatnya penciptaan Allah yang manusia tidak memiliki kuasa menolaknya, maka menyebarkannya berarti menghina dan itu berarti menghina Penciptanya. (Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin). 
  2. Kedua, aib berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.  Maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi juga terbagi menjadi dua: 
  • Pertama: Perbuatan maksiat yang hanya merusak hubungannya secara pribadi dengan Allah seperti minum khamr, berjudi, dll. Jika seorang muslim mendapati saudaranya melakukan perbuatan seperti ini hendaklah ia tidak menyebarluaskan hal tersebut, namun dia tetap memiliki kewajiban untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafi’i berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya berarti dia benar-benar menasihatinya dan memperbaikinya. Sedang yang menasihati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya  dan mengkhianatinya." (Syarh Shahih Muslim, Imam an Nawawi). 
  • Kedua: Perbuatan maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi merugikan orang lain seperti mencuri, korupsi, dan lain sebagainya. Maka perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk diselidiki dan diungkap, karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan, karena akan lebih banyak lagi merugikan orang lain.
Jadi menutupi aib yang diwajibkan bukanlah ditujukan untuk aib yang merupakan perbuatan yang merugikan orang lain/masyarakat seperti suap, korupsi dan kejahatan sejenis beserta semua turunannya. Jika semua kesalahan kita anggap aib yg harus ditutupi, maka tidak akan ada kesaksian dalam hukum Islam. Padahal dalam suatu kasus, misal zina, tuduhan zina harus bisa menyertakan 4 orang saksi. Apakah ke-4 saksi itu berarti menyebarkan aib?

Kasus pencurian, pembunuhan, korupsi semua tidak akan terungkap karena tidak ada orang yg mau menjadi saksi karena takut dihukum menyebarkan aib. Sangat tidak logis bukan jika dengan alasan  ajaran untuk menutupi aib orang lain justru membuat perbuatan dosa terus dilakukan.

Maka sekiranya kita bisa lebih bijak dalam menyikapi ajaran “Menutupi Aib Orang Lain” ini. Janganlah kita menyalahartikan suatu ajaran yg sebenarnya sangat baik ini.

Demikian yg bisa ane ulas, jika ada kebaikan semua itu berasal dari Allah dan jika ada kesalahan itu semua murni dari ane pribadi. 


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Sumber referensi:

2 comments:

Silahkan berkomentar terhadap tulisan ini, tapi dengan kata2 yang baik ya! Heehehehe....